polisi-gaul

Selasa, 05 Mei 2009

Konfilk Pemilihan Gubernur (Pilgub) Maluku Utara (Malut)

JAKARTA � Konfilk Pemilihan Gubernur (Pilgub) Maluku Utara (Malut) nampaknya belum menemui kata damai. Kali ini, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Malut bersama KPU Kabupaten/Kota se-Malut mengancam tidak akan bertanggung jawab terhadap seluruh tahapan Pemilu 2009.

Alasannya, mereka kecewa dengan keputusan Pemerintah yang mengabaikan keputusan KPU Malut atas hasil Pilgub Malut. "Kalau KPU (Malut) tidak dihargai Pemerintah, untuk apa tahapan Pemilu dilakukan," tegas Aziz Kharie, Ketua KPU Malut kepada wartawan di gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, 27 Oktober 2008.

Delapan KPU Kabupaten Kota di Malut yang juga mengancam tidak melaksanakan tahapan Pemilu adalah KPU Kabupaten Ternate, Tidore Kepulauan, Halmahera Barat, Halmahera Timur, Halmahera Utara, Halmahera Selatan, Halmahera Tengah dan Kepulauan Sula. Mereka menandatangani sebuah petisi bersama yang ditujukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, tidak semua anggota KPU Kabupaten yang menandatangani petisi tertanggal 9 Oktober tersebut. Seperti halnya satu anggota KPU Halmahera Selatan, tiga anggota Kepulauan Sula, dan empat Anggota Kabupaten Halmahera Tengah.

Sebelum pelantikan Gubernur Malut Thaib Armaiyn dan Wakil Gubernur Abdul Gani Kasuba pada 29 September lalu, konflik Pilgub Malut berlangsung alot tanpa ada penyelesaian. Pada mulanya, ada dua versi keputusan KPU Malut untuk Pilgub Malut.

Versi pertama adalah keputusan Ketua KPU Rahmi Husen bersama anggota Nurbaya Soleman, memenangkan pasangan Thaib Armayn dan Abdul Gani Kasuba sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Malut. Keduanya kemudian diberhentikan oleh KPU karena melanggar ketentuan pleno dengan menetapkan hasil Pilgub tanpa persetujuan tiga anggota lain.

Sementara versi yang lain, Pelaksana Tugas Ketua KPU Malut Muchlis Tapi Tapi yang memenangkan pasangan Abdul Gafur dan Abdur Rahim Fabanyo. Keputusan itu juga mentah karena Pemerintah memutuskan hasil akhir Pilgub dilakukan melalui keputusan Menteri Dalam Negeri dan DPRD Malut. Setelah hampir satu tahun berlarut-larut, Mendagri Mardiyanto akhirnya melantik pasangan Thaib-Kasuba sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Malut.

Aziz menyatakan, sebagai institusi penyelenggara Pemilu, apa yang dilakukan KPU Malut telah diabaikan oleh Pemerintah. Dia mengungkapkan kekecewaan karena Mendagri tidak pernah melakukan koordinasi dengan KPU Malut terkait putusan akhirnya. "Kami tidak bertanggung jawab bila terjadi hal-hal di luar kewenangan, status dan fungsi KPU Malut yang mengakibatkan gangguan pada proses tahapan pelaksanaan Pemilu di Malut," lanjutnya.

Aziz juga memberikan penegasan bahwa KPU se-Malut akan menunda pelaksanaan tahapan Pemilu, sampai ada kejelasan dari Pemerintah terkait pelantikan Gubernur Malut. "Kami siap menunda tahapan pemilu, bisa saja pengumuman DCT (Daftar Calon Tetap) juga ditunda, kalau sekiranya produk kami tidak dihargai oleh pemerintah," tegasnya.

Anggota KPU Malut Muchlis Tapi Tapi menambahkan, KPU se-Malut siap menerima resiko apa pun setelah mengambil sikap tidak melaksanakan tahapan pemilu. Terhadap resiko adanya pemecatan, dirinya mengaku siap jika itu diputuskan. "Kalau dalam isu pilkada (Pilgub) saja, kami tidak dipercaya pemerintah, untuk apa melaksanakan tahapan pemilu, yang pada akhirnya malah menjadi preseden buruk," ujar Muchlis.

Secara terpisah, Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary menyatakan, keputusan tersebut sepenuhnya keputusan KPU Malut. Dia menyadari bahwa hal tersebut bermula dari kisruh di Pilgub Malut. "Apakah itu akan mengganggu tahapan, saya belum bisa jawab. Sebab tidak ada keterangan kepada kami bahwa mereka akan memboikot," ujar Hafiz. (bay)
posted by polisi ngeblog by sumedang at 19.31

0 Comments:

Posting Komentar

tulis disini supaya aku tau anda percuma nengok bikin pantun boleh tulis di sini

<< Home