polisi-gaul
Selasa, 21 September 2010
terorisme
Pernyataan yang kemudian menjadi kesimpulan yang membungkus suatu kasus kejahatan dengan Ektrimis Islam di media, sehingga menanam opini seluruh masyarakat bahwa Teroris tidak jauh dari Islam yang difahami oleh Abu Bakar Baasyir, Muhammad Djibril, dan teman - temannya.
Satu Kelompok atau organisasi yang menghalalkan segala cara untuk melakukan Jihad, ini yang kemudian menjadi ekses atau efek samping dari pernyataan Kapolri tersebut.
Namun Tidak menjadi polemik ketika setelah perampokan terjadi, Kapolri menyatakan bahwa Perampokan itu adalah sebuah terorisme yang mengancam keamanan masyarakat dan tugas Kepolisianlah untuk melumpuhkan mereka sehinggan kenyamanan dan keamanan masyarakat terjamin sesuai dengan motto Kepolisian Melindungi Dan Melayani Masyarakat.
Nasi sudah menjadi bubur, apa yang ada dibenak masyarakat Indonesia dan dunia bahwa teroris adalah hanya ditujukan untuk sekelompok orang berfikiran Abu Bakar Baasyir yang menginginkan Pergantian Hukum Thagut yang sekarang di terapkan negara ini dengan Hukum Islam.
Sesungguhnya Teroris adalah setiap Sesuatu baik benda, orang atau kelompok yang memberikan ancaman kepada masyarakat sehingga keamanan dan kenyamanannya tidak terjamin.
Datesmen 88 Pun bisa dimasukan dalam ketagori Teroris jika tindak tanduk mereka meresahkan sebagian masyarakat, namun dalam sejarah Kata teroris sebetulnya bergantung siapa yang berkuasa, jika dahulu Belanda menyatakan Soekarno adalah teroris karena memang melakukan makar terhadap pemerintahannya saat itu, begitupun ketika Soekarno berkuasa , saat itu Kartosuwiryo adalah Teroris bahkan saat Soeharto berkuasa bagaimana pemerintahan ini menumpas para teroris apalagi ketika Beni Moerdani menjadi Panglima TNI.
Hanya saja sekarang Kita di giring oleh satu opini yang dihembuskan oleh propaganda Amerika bahwa Teroris adalah seperti apa yang ada di benak anda sekarang….
kekasih
Dan aku begitu merasakan betapa kasih sayangmu begitu berlimpah padaku. Kala pagi kau hiasi mataku dengan embun bening, kala siang kau curahkan kehangatan lewat cahaya matahari, kala malam kau taburi hatiku dengan bintang dan saat mata terpejam kau temani hidupku lewat alam mimpi.
Semua itu adalah anugerah cinta yang kuterima darimu. Jadi bagaimana mungkin aku terluka oleh cinta, tersakiti dan menderita oleh kasih sayangmu? Tidak. Aku sepenuhnya bahagia dan bahagia. Begitu bahagianya oleh cinta sehingga ruang hatiku tiada lagi tempat untuk benci, marah, dan sakit. Semuanya adalah cinta yang dipenuhi oleh rindu dan rindu serta rindu.
Rindu kekasih adalah keindahan yang tiada menyiksa. Sekalipun semua penyair cinta mengatakan akan ada luka dalam cinta ketika ada bahagia maka kumaklumatkan pada mereka bahwa cintaku padamu tiada sedikitpun luka sekalipun bumi retak oleh kekuatan amarah gunung.
Rindu ini tiada juga terselip tuntutan dan kehendak. Kasih sayangmu pada aliran nafasku yang dengan udara cinta itu aku hidup menjadi diri yang mencintai adalah pemberian yang melebihi apa yang hendak ku tuntut dan mengatasi segala kehendak yang ada dalam diriku sebagai insan.
Karena itu, sekalipun kau tiada berkata-kata padaku, aku sudah memiliki semua bahasa cintamu yang kusimpan di aliran darah dan nafasku. Bagiku cinta bukan soal ucapan dan kata-kata karena kau sudah berkata dan berbicara denganku dalam bahasa kasih sayang. Sekalipun seluruh penyair mantra berkumpul dan menyajikan segenap syair mantra terindah yang mereka punya maka tiada yang bisa dan mampu mengalahkan bahasa diam berlimpah kasih sayang mu padaku.
Duhai kekasihku, aku maklumkan padamu kalau kakiku tidak melangkah lagi setapakpun menuju penyatuan denganmu karena sebelum kakiku bergerak kau sudah mendahului menyentuhku dengan cahayamu.
Duhai kekasihku, aku maklumkan padamu kalau tiada lagi lahir ucapan “daku ingin bertemu” denganmu karena sebelum kalimat itu terucap kau dengan diammu sudah bertemu denganku dan berdiam di lubuk hatiku.
Duhai kekasihku, aku maklumkan padamu kalau tiada lagi tangisan membasahi bumi pipiku karena sebelum air mataku tumpah kau sudah memelukku lewat malam bertabur bintang.
Duhai kekasihku, aku maklumkan padamu kalau tiada lagi pilu di jiwaku karena sebelum jiwaku lunglai dan lalai kau telah menemuiku lewat mimpi indah.
Satu-satunya yang tersisa kini dan terus ada adalah rindu yang mencintai dan cinta yang merindui dan dengan bahasa insani akan terus kumaklumkan pada langit-langit hatimu lewat udara, lewat ombak, dan juga lewat waktu yang terus melintas. Aku tidak akan berhenti mencinta dan merindui.
Ketika Khalifah Al Manshur menunaikan haji dari Baghdad ke Mekkah, dia singgah di Madinah dan berkemah diluar kota. Dia memerintahkan ajudannya memberi tahu kepada Imam Malik bahwa dia ingin bertemu. Dia meminta Imam Malik untuk datang kekemahnya. Segera Imam Malik menjawab “ Jika amirul mukminin berkenan sudilah datang ke tempat saya.” Ajudan itu terkejut mendengar sikap Imam Malik. “ Al- Ilmu yu’ta wa la ya’ti, Ilmu itu didatangi bukan mendatangi” Bayangkanlah di era sekarang, Bila ulama dipanggil ke Istana tentu akan sangat bangga dan bersegera datang dengan pakaian terbaiknya. Kita juga membaca kisah Imam Hanafi yang menolak jabatan Qadhi Besar kerajaan Bani Abbas dan lebih suka berjualan kain daripada jadi pegawai yang harus membuat fatwa sesuai kehendak Raja bukan berdasarkan Al Quran dan hadith . Akhirnya beliau dipenjara sampai mati.
Ketika terjadi pertentangan keras antara keluarga Bani Abbas yang berkuasa dengan Bani Al bin Abi Thalip, semua orang harus membenci keluarga Ali Bin Abi Thalip demi memuaskan sang penguasa. Tapi Imam Syafii yang sedang berada di Yaman sebagai guru agama, dengan tegas mengatakan beliau mencintai keluarga Ali Bin Abi Thalip sebagiamana beliau mencintai Rasul. Karena sikapnya itu beliau difitnah sebagai musuh negara. Beliau ditangkap . Dari Yaman beliau dibawa ke Baghdad dalam keadaan kaki dan tangannya dirantai. Murid pengikutinya sebanyak 9 orang dihukum pancung. Namun Imam Safii pada akhirnya dibebaskan dari hukuman karena tidak terbukti beliau berencana untuk maker kecuali memegang teguh prinsipnya mencintai keluarga rasul.
Ketika Khalifah Al Ma’mun mengadakan dokrinisasi kepada para ulama dengan mengatakan bahwa AL Quran itu adalah makhluk dan harus diterima ini sebagai paham. Sama seperti sekarang penguasa yang memaksakan paham secular untuk menggantikan paham agama. Tapi Imam Hambali tidak mau tunduk kepada dokrin itu. Bagi beliau AL Quran adalah kalamullah , dengan tidak membawa manusia membicarakan apakah dia makhluk atau qadim. Filsafat jangan dicampur adukan dengan aqidah agama. Akibatnya beliau dimasukan kedalam penjara dengan tuduhan tidak taat pada dokrin khalifah. Didalam penjaran beliu dipaksa untuk tunduk. Disiksa dengan cemeti hingga mengalir darah disetiap tubuhnya
Itulah sejarah para Imam yang kita ikuti sebagai mazhap. Kal Max tidak pernah mengalami siksaan seperti para Imam itu untuk menegakkan idiologi komunis tapi para pengikutnya menghadang maut untuk tegaknya idiologi komunis. Tapi, kita tidak pernah berani meneladani imam itu dalam bersikap menegakan aqidah Islam namun ritualnya kita agungkan dan bahkan kita siap bertengkar dengan penganut mazhap lain , seakan ahli dalam beragama. Islam. Sebab itu pelajarilah dasar aqidah Islam sehingga mantap, lau kuatkan dengan ibadah , sampai jadi darah daging. Kita harus menyatu dengan islam sebagai the way of live, sebagai idiologi membangun peradaban , sebagai platform project social, politik. Apabila kita sudah menyatu maka kita tidak akan pernah takut untuk menghadapi segala penderitaan, siksaan, fitnah, penjara demi prinsip menegakakn kalamullah, menegakan agidah, menegakan idiologi.
Dengan tegaknya aqidah dikuatkan dengan ibadah, kian lama kian leburlah diri kedalam cita cita. Sehingga kian tumbuhlah dalam jiwa kita kepercayaan, bahwa kita manusia ini hanyalah alat Tuhan belaka, buat menegakan apa yang diperintahkanNya. Kita tidak lagi menghitung ukuran cita dengan ukuran umur. Para Imam kita bukan hanya mencerahkan kita untuk bagaimana melaksanakan ritual agama seperti Rasul tapi juga menelandankan kepada kita bagaima cita cita islam dibangun dan mati demi cita cita itu, terbenam kedalam idiologi, atau dalam kata yang lebih mesra, karena aqidah.!